Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan seperti mikroskop sehingga sering disebut juga organisme mikroskopik.
Dalam budidaya pertanian organik, pemanfaatan mikroorganisme menjadi dominan baik dalam pengolahan sumber hara ataupun sebagai pestisida.
Selain itu, pemanfaatannya dalam perbaikan lingkungan yang berfungsi mereduksi serta memecah kandungan kimia akibat pencemaran pupuk dan pestisida kimia mulai dikembangkan secara intensif.
Berikut, beberapa manfaat mikroorganisme dalam pertanian:
(1) memfiksasi nitrogen dari atmosfer,
(2) dekomposisi sampah dan residu organik sehingga lebih aman untuk lingkungan,
(3) menekan patogen tular tanah,
(4) meningkatkan ketersediaan hara,
(5) degradasi racun yang berasal dari pestisida atau bahan kimia lainnya,
(6) menghasilkan antibiotik dan bahan aktif lainnya,
(7) menghasilkan molekul bahan organik sedehana untuk diserap tanaman,
(8) meningkatkan kompleksitas logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman dan
(9) melarutkan hara yang tidak terlarut (Higa dan Parr, 1994; Berg, 2009; Simarmata, 2013).
Mikroorganisme Dalam Pertanian Organik
Salah satu persyaratan dalam pertanian organik adalah penggunaan agensia hayati dalam pengendalian OPT maupun peningkat kesuburan tanah. Oleh karena itu penggunaan bahan kimia sintetis seperti pestisida, pupuk maupun zat pengatur tumbuh (ZPT) dapat disubstitusi dengan penggunaan inokulan mikroorganisme.
Beberapa mikroorganisme penting yang mendukung pertanian organik, berasal dari kelompok bakteri, jamur maupun virus dan nematode (Boraste, 2009), telah dimanfaatkan sebagai pupuk hayati, bio dekomposer, biopestisida, penghasil ZPT.
Mikroorganisme yang telah banyak dimanfaatkan adalah bakteri dan jamur sedangkan pemanfaatan virus sebagai biopestisida hanya sekitar 1% dari total biopestisida yang diperdagangkan (Harper, 2006).
Pupuk hayati (bio-fertilizer)
Pupuk hayati, merupakan pupuk yang secara tidak langsung menyediakan hara untuk tanaman. Pupuk hayati dapat diartikan sebagai sediaan yang mengandung mikroorganisme hidup tertentu yang berfungsi sebagai pemfiksasi N, pelarut P, selulolitik mikroorganisme (dekomposer) atau penghasil ZPT untuk diaplikasikan pada benih, tanah atau kompos dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme yang bermanfaat dan mempercepat proses untuk meningkatkan ketersediaan hara untuk diserap tanaman (Vessey, 2003; Boraste, 2009; Berg, 2009; Simarmata, 2013).
Di Indonesia, penggunaan pupuk hayati sudah dimulai sejak tahun 1970-an, menggunakan inokulan Bradyrhizobium japonicumyang merupakan bakteri pengfiksasi N untuk mensubtitusi pupuk kimia N (Simarmata, 2013).
Selain untuk meningkatkan ketersediaan hara, pupuk hayati juga bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan lahan, melindungi tanaman dari kekeringan dan patogen tular tanah (Boraste, 2009).
Beberapa contoh mikroorganisme yang telah lazim digunakan sebagai pupuk hayati dalam budidaya tanaman:
1) Bakteri pemfiksasi N. Fiksasi N merupakan proses enzimatik yang melibatkan enzim nitrogenase. Contoh bakteri pemfiksasi N diantaranya Rhizobium sp, Bradyrhizobium sp, Azotobacter sp dan Azorhizobium caulidans. Bakteri pemfiksasi N memetabolisme eksudat akar dan menyediakan nitrogen untuk tanaman (Dobbelaere et al., 2003; Simarmata, 2013).
2) Pelarut P. Mikroorganisme menghasilkan enzim fosfatase yang mengubah organik P menjadi P anorganik sehingga tersedia untuk tanaman. Contohnya adalah Bacillus sp, Pseudomonas sp (bakteri) dan Aspergillus sp, Penicillium sp (jamur) (Simarmata, 2013).
Azospirillum dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas akar tanaman sehingga meningkatkan penyerapan hara makro dan mikro (Dobbelaere dan Okon 2007). Pseudomonas fluoresens dapat menyebabkan tanah di lingkungan perakaran menjadi lebih asam sehingga melarutkan fosfor menjadi tersedia bagi tanaman (de Werra et al., 2009).
Biodekomposer
Mikrorganisme yang berfungsi sebagai dekomposer akan menguraikan bahan organik dan mendukung proses mineralisasi dalam tanah. Mikroorganisme ini menggunakan bahan organik sebagai sumber energi dan melepaskan mineral seperti NO3-, NH4+, K+, Ca2+, Mg2+ ke dalam tanah (Ingham, 2001; Sullivan, 2004).
Biodekomposer biasanya digunakan untuk mempercepat dekomposisi sisa-sisa tanaman yang memiliki C/N tinggi seperti jerami, serbuk gergaji dan lain-lain (Simarmata, 2013). Contohnya adalah Trichoderma sp, Bacillus sp, Streptomyces (Simarmata, 2013).
Selain itu ada juga mikroorganisme yang menguraikan selulosa dengan menggunakan enzim cellulosome (bakteri anerob), atau ekstra seluler enzim (bakteri aerob) (Bhattacharyya et al., 2011). Contohnya adalah Clostridium thermocellum, Cytophaga hutchinsonii, Microbulbifer, Phanerochaete chrysoporium, Thermobifida sp (Schwarz, 2001 dalam Bhattacharyya et al., 2011).
Biopestisida
Mikroorganisme yang bersifat antagonis dapat langsung menghambat patogen dengan cara:
(1) sekresi antibiotik, racun atau biosurfaktan,
(2) kompetisi dalam kolonisasi dan nutrisi,
(3) kompetisi dalam mendapatkan mineral,
(4) menurunkan patogenisitas OPT dan
(5) parasitisme dengan mensekresi enzim penghancur dinding seperti chitinases and β-1,3-glucanase (Berg, 2009; Nasahi 2010).
Beberapa penelitian di laboratorium secara in vitro telah membuktikan bahwa 1-35% mikrorganisme yang diambil dari habitat yang sama dengan tanaman inangnya memiliki karakter antagonis yang dapat menghambat perkembangbiakan patogen tanaman yang dapat menyerang tanaman inang (Berg et al., 2002, 2006).
Berikut contoh pemanfaatan bakteri sebagai biopestisida:
– Brevibacillus laterosporus strain BPM3 merupakan bakteri yang mengendalikan jamur seperti Fusarium oxysporum f. sp. ciceri, F. semitectum, Magnaporthe grisea dan Rhizoctonia oryzae serta bakteri gram-positif Staphylococcus aureus (Saikia et al., 2011).
– Beberapa plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) juga dapat mengendalikan Fusarium oxysporum (Kalita et al., 2009). Bacillus thuringiensis juga sudah dimanfaatkan sebagai bioinsektisida karena toksik untuk beberapa spesies serangga tapi tidak berbahaya untuk hewan dan manusia (Bhattacharyya et al., 2011).
– jamur entomopatogen yang telah dikembangkan sebagai agensia pengendali hayati adalah Trichoderma sp.Verticillium lecanii Zimm., Beauveria bassiana (Bals.) Vuill., Metharizium anisopliae., Paecilomyces fumosoroseus Bainer.
Nasahi (2010) menyatakan salahsatu karakteristik jamur entomopatogen adalah memproduksi spora yang infektif dan tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim.
Mekanisme pengendalian biopestisida dapat melalui beberapa cara yaitu kompetisi, antibiosis/lisis, antagonisme, menginduksi kekebalan tanaman terhadap penyakit dan hyphal interference.
Kompetisi
Kompetisi dapat terjadi melalui beberapa aksi berikut:
(1) kompetisi tempat (colonization site),
(2) kompetisi nutrisi,
(3) kompetisi mineral dan
(4) menghasilkan antibiotic untuk menekan populasi patogen (Berg, 2009, Bhattacharyya et al., 2011; Nasahi, 2010).
Sebagian besar areobik dan fakultatif anaerob mikroorganisme diketahui menghasilkan siderophore dan agen pengkhelat Fe3+ sehingga berperan penting dalam menekan penyakit tanaman dengan cara membatasi ketersediaan unsur besi dalam tanah (Barbeau et al. 2002).
Pseudomonas putida strain WCS358mengendalikan Fusarium oxysporum f.sp. dianthi(Fod) dan F. oxysporum f.sp. raphani (For) melalui kompetisi unsur besi pada lahan yang memiliki keterbatasan dalam unsur besi.
Strain WCS358 memproduksi siderophore tipe pyoverdin (pseudobactin 358) yang dapat mengikat ferric ion menjadi ferricsiderophore complex yang dapat di transportasikan secara spesifik kedalam sel bakteri (Nasahi, 2010).
Antibiosis/lisis
Beberapa mikroorganisme mampu menghasilkan antibiotik ataupun enzim misalnya glucanase dan chitinase untuk mendegradasi sel-sel mikroba (Nasahi, 2010). Pseudomonas mengendalikan Fusarium oxysporum dan Aspergillus niger dengan mensekresi metabolit sekunder yang mampu melarutkan chitin yang merupakan komponen penting dinding sel jamur (Singh et al., 2011).
Beauvaria basiana mengontrol serangga Myzus persicae Sulzer (Hemiptera: Aphididae) dan Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae) dengan menghasilkan enzim protease, kitinase, dan lipase yang menyerang dan melarutkan komponen penyusun kutikula serangga (Amnuaykanjanasin et al., 2013; Nasahi, 2010).
Hifa Metarhizium anisopliaev ar. dcjhyium menginfeksi rayap Odontotermes formosanus dan menghancurkan tubuh rayap karena hifanya mengeluarkan enzim metabolik dan destruxins (Dong et al., 2009).
Bacillus thuringiensis mampu membentuk Kristal yang membawa gen cry, yang berfungsi sebagai insektisida atau nematisida. Kristal ini terbukti bersifat toksik pada beberapa species dari Lepidoptera, Diptera, Coleoptera (Schnepf et al., 1998; Piggot dan Ellar, 2007) juga nematode (Wei et al., 2003).
Menginduksi kekebalan tanaman
Beberapa bakteri juga dapat menginduksi kekebalan tanaman yang disebut dengan induced systemic resistance (ISR) (Conrath et al., 2002; Van Loon, 2007). ISR diaktifkan oleh adanya sinyal dari jasmonic acid and salicylic acid yang dihasilkan oleh bakteri (Van Loon, 2007).
Asosiasi Pseudomonas spp dengan tanaman dapat menginduksi ISR terhadap penyakit yang disebabkan oleh pathogen tular tanah (Bakker et al., 2007; Berg, 2009). Rhizobakteria juga dilaporkan dapat menginduksi ISR terhadap jamur, bakteri dan virus pada tanaman Arabidopsis, kacang buncis, mentimun, bunga anyelir, lobak, tembakau, dan tomat pada kondisi patogen dan rhizobakteria terletak terpisah satu dengan lainnya (Van Loon, 1998 dalam Nasahi, 2010).
Hyphal interference
Interferensi hifa (hyphal interference) adalah salah satu mekanisme yang memicu kematian hifa saat dua miselia dari dua species jamur yang berbeda bertemu (Silar, 2012). Masing-masing jamur mengeluarkan senyawa kimia superoxides dan peroxides yang menyebabkan kematian jamur (Silar, 2005).
Salah satu contohnya adalah pengendalian penyakit busuk akar pada pohon conifer yang disebabkan oleh Heterobasidion spp. oleh jamur Phlebiopsis gigantea (Rishbeth, 1952 dalam Lim et al., 2011).
Penghasil zat pengatur tumbuh
Mikroorganisme penghasil ZPT biasanya merupakan pupuk hayati sekaligus juga sebagai biopestisida. Mikroorganisme penghasil IAA dan giberelin diantaranya Pseudomonas, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum (Berg, 2009; Simarmata, 2013).
Zat pengatur tumbuh dapat dihasilkan dengan dua cara yaitu dengan cara:
(1) interaksi langsung antara mikroba dengan tanaman atau
(2) dengan cara tidak langsung melalui aktivitas pengendalian patogen (Berg, 2009).
Bakteri yang berkembang dan berkoloni di sekitar rizosfer perakaran (rhizosferic level) atau di intra seluler (endophytic level) dan memacu pertumbuhan tanaman dikenal sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) (Berg, 2009). PGPR memproduksi ZPT seperti IAA, giberelin dan sitokinin.
Beberapa bakteri dan ZPT yang dihasilkannya disajikan pada Tabel berikut:
Peranan mikroorganisme dalam mendukung pertanian organik terutama ditunjukkan oleh perannya dalam menjaga kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia. Mikroorganisme yang banyak berperan dalam pertanian berasal dari kelompok bakteri, jamur, virus dan nematode. Peranan mikroorganisme dalam pertanian adalah sebagai pupuk, bio dekomposer, penghasil zat pengatur tumbuh dan biopestisida sehingga dapat mensubstitusi penggunaan bahan kimia yang berbahaya.